Kamis, 15 Oktober 2009

mari berkarakter

Seseorang berkata bahwa belakangan ini di Jogja banyak bermunculan band-band reggae yang aneh dan sebagian lagi dia katakan palsu. Saya jadi bingung dengan perkataan tadi, sebenarnya yang aneh apalagi yang palsu itu bagaimana? apakah karena tidak seperti band-band reggae kebanyakan atau karena tidak seperti band-band reggae kawakan yang sudah mapan dengan musik mereka yang boleh dikatakan arus utama atau mainstream. Bukankah bermusik itu berproses mengikuti perkembangan jaman? jika musik apalagi musik reggae, khususnya di Jogja hanya berjalan di tempat alias stagnan bukankah musik itu telah mati? Dan menurut saya menjadi duplikat band-band besar jelas bukan sifat rebel yang seharusnya di resapi oleh semua insan reggae. Ada satu pertanyaan yang simpel sebagai gambaran buat kita. Jika ada seorang anak kecil berusia 10 tahun dan dia bisa bermain gitar sehebat Peter Tosh, atau mungkin sang legendaris Jimmy Hendrik, atau memiliki suara yang mirip Bob Marley, atau Michael Jacson, apa yang kita harapkan dari anak kecil tadi saat usianya 25 tahun? Kebanyakan orang akan menjawab: "Pasti dia jadi jadi bintang besar karna secara skill dia telah menyamai Jimmy Hendrix atau Michael Jacson". Bagaimana jika kenyataannya dia hanya menjadi Maaf tanpa bermaksud merendahkan pengamen jalanan misalnya yang bisa menyanyikan lagi Bob Marley semirip dia, atau jadi pemain cafe karna suaranya mirip Michael Jacson, sehingga saat kita mendengar dia menyanyikan lagu Michael Jacson kita terasa seperti sedang memutar lagunya melalui Winamp. Sebenarnya jika saya ditanya, yang saya harapkan saat usianya 25 tahun dia sudah menjadi dirinya sendiri. Dirinya yang bukan duplikat siapapun dengan segenap kekurangan dan kelebihannya. Dirinya yang dengan percaya diri menyanyikan lagu-lagunya sendiri dengan suara aslinya sendiri atau dengan permainan gitar khasnya walaupun tak sehebat beberapa legendaris di atas, dan walaupun dia hanya bermain di panggung-panggung kecil. karna smenurut saya semakin berbeda kita atau semakin aneh kita, semakin kuat juga karakter yang kita punya, dan semakin berkarakter kita berarti juga kita semakin susah digantikan ole siapapun karna kita memiliki otoritas sendiri. Seperti belakangan ini banyak yang igin menjadi Benyamin kedua tapi gagal, atau Crisye kedua tapi gagal juga, kita juga tahu tak ada yang bisa menggantikan Iwan Fals di hati kita. Mari berproses, mari berkarakter, mari beranni dikatakan aneh atau dibenci karena kita menjadi diri kita sendiri. Terus berkarya dan biarkan orang bicara dan menilai karya kita. Salam Gerilyawan reggae

Kamis, 16 April 2009

Diskriminasi musik reggae dalam blantika musik Indonesia

Blow up media adalah suatu kekuatan yang menjadikan popularitas terasa mudah. Naasnya media elektronik atau media apapun sering tidak fair dalam mempublikasikan karya musik, terutama dari genre musik tersebut.
Maraknya band-band yang diangkat biasanya memepertimbangkan laku atau tidaknya sebuah musik saat dipublikasikan ke khalayak ramai. Hal ini menjadi sebuah bumerang tersendiri bagi penikmat musik indonesia.
Makin kuatnya hegemoni band-band pop tak urung menyebabkan seragamnya warna musik yang diputar di radio-radio, televisi ataupun media elektronik lainnya, sehingga kondisi tersebut tidak terlalu kondusif bagi band ataupun penyanyi diluar arus mainstream pop.
Dengan kata lain terjadi penyempita wacana bermusik bagi penikmat ataupun pelaku dunia musik Indonesia.
Selamatkan generasi muda dari kekuasaan rezim pop melankolis!.....

Kamis, 12 Maret 2009

Welcome Home

Selamat bergabung diranah dimana reggae adalah sarana untuk pembebasan dan kemerdekaan salam cinta dan perubahan untuk kemerdekaan